Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerita Horor: Rumah Sisik Terbaru

Rumah Sisik

 Namaku Arif, bertugas di salah satu perusahan digital Marketing sekalian percetakan( printing) di Bandung.

Awal, kantorku beralamat di Kota Bandung, tempatnya di sekitaran wilayah Lengkong, saat sebelum kesimpulannya baru- baru ini kita beralih ke area Bandung Timur.

Yang kutahu perpindahan kantor kita dicoba sebab habis era carter bangunan dan pimpinan kita memilah beralih ke posisi yang nyatanya lumayan jauh dari tempat kantor tadinya di lengkong.

Amat disayangkan, tidak hanya sebab pelanggan printing( percetakan) di tempat itu telah marak oleh klien senantiasa, kita pula telah merasa aman dengan tempat itu; banyak santapan dan ingatan, hehe.

Berlainan dengan kantor kita tadinya yg notabene- nya terletak di pusat kota, kantor kita yg saat ini mengarah terdapat di ceruk Bandung Timur, selama jalur dusun mengarah kantor sedang ditemui kebun luas sampai kebun- kebun.

Kala malam, jalanannya sedang hitam sedikit penerangan

Kantor terkini kita berupa rumah gedung lama dengan tembok- tembok kuat tetapi lelangit rumahnya mayoritas telah keropos.

Hari awal berkantor, kita malah disuruh pimpinan kegiatan abdi. Tempat ini amat kotor sebab telah bertahun- tahun didiamkan kosong

bau ruangannya pula abnormal, susah dipaparkan. aromanya semacam bau rumah kosong berbaur aroma bangsai kusen dan karat.

Debu- debu yg tidak kasat mata pula amat mengaggung respirasi. Pula cat putih kumal yang menaikkan atmosfer terasa tidak lezat.

memerlukan daya ekstra dan durasi hingga 3 hari buat membuat gedung ini paling tidak pantas buat di maanfaatkan sebagai tempat kegiatan.

Mengenai aman, kita berasumsi ah, esok lambat- laun pula terbiasa.

Tidak terdapat yang abnormal dikala hari- hari awal kita bertugas abdi mensterilkan tempat itu. Memanglah sih, kita seluruh akur berbenah hanya hingga jam kegiatan berakhir( Jam 17. 00) selebihnya belum terdapat yang berani ditempat itu hingga malam.

Tiap kembali, tentu senantiasa serentak

Hingga pada hari ke- 4 profesi telah amat menumpuk sehabis 3 hari tidak terharu.

Spesialnya buat divisiku, pekan ini kita terdapat deadline propose strategi marketing plan ke klien.

Jadi ingin tidak ingin, lewat waktu merupakan salah satunya opsi yg disepakti bersama oleh satu divisi

Hari itu saya tiba sangat dini. Saya bekerja standby semenjak pagi tunanetra menunggu Pak Junadi buat memperoleh approval dan menyambut bimbingan yang mana setelah itu diteruskan ke regu sebagai to do list profesi.

Dekat jam 6 pagi saya telah membuka gapura kantor. Maklum saja, semenjak tertular ke mari kita belum memperoleh satpam terkini pengganti Pak Nanang yang menyudahi menyudahi bertugas dengan alibi jarak yg sangat jauh membuat gajinya terasa tidak proporsional nama lain habis diongkos.

Atmosfer pagi di situ amat dingin dan hening, jarak ke rumah masyarakat dibatasi oleh bidangan kebun. Saya manaruh tas di ruang kerjaku yang terdapat di bagian balik rumah ini. Ruang kegiatan divisiku berdekatan langsung dengan laman halaman balik yang luas--

sakin luasnya, ada 4 pendopo( gubuk) di situ yg difungsikan sebagai ruang rapat outdoor sekalian jadi tempat mengutip sela waktu mencari gagasan kerja

Pagi itu, dari seorang diri di ruangan yg sedang hening, saya lebih memilah merokok di salah satu pendopo laman blakang

Merokok dan menikmati segelas kopi merupakan cara terbaik menikmati pagi, namun tidak pada hari itu.

Terkini 3 hisapan awal, saya memandang bangku ayun di pendopo sebrang beranjak. Saksama saya cermati memanglah semacam terdapat yg bersandar di situ.

Posisi bangku ayun itu membelakangiku jadi saya tidak melihatnya lumayan nyata.

Saya coba mendekat dan betul saja, wanita berbulu jauh lagi bersandar di bangku ayun itu. Saya tiba mendatangi, nyatanya itu merupakan Elisa, kawan satu bagian ku.

" Sa, tumben amat tiba pagi?" sapaku.

Elisa sedang bebas bersandar di bangku itu membelakangiku.

" Pak Junadi belum tiba ni" lanjutku etika.

Elisa sedang tidak menanggapi.

Saya meneruskan hisapan rokokku, tidak lama ponselku bergerak. Saya memandang catatan text dari WA Tim:

Arga: Bukain gapura, urang serupa elisa di depan.

Mendadak saya melongo, memandang wujud dihadapanku terus menjadi goyak bangku itu cepat tidak alami.

Saya merinding hebat, saya terkenang mulanya kala saya masuk

memanglah saya mengancing lagi gapura dan tak bisa jadi terdapat yg dapat masuk lagi tanpa kunci dariku.

Logikaku melabrak, dan nyaliku menyusut.

Tanpa pikir jauh saya langsung berputar arah dan kabur ke depan.

Di depan telah terdapat Arga dan Elisa yang berboncengan motor. Saya membuka- kan gapura itu dengan tergesa.

" Pagi- pagi dingin ini, kenapa maneh keringatan, rif? Abis mengapa maneh? Col* betul?" penyelaan Arga membuatku jengkel.

" Janganlah ke dalam dahulu deh, mendingan kita ngopi di depan dahulu ayo, udah dengerin urang, janganlah nolak, esok urang ceritakeun." ucapku memforsir.

Mereka yang sedang tercengang kesimpulannya mengikuti.

Saya menggambarkan peristiwa barusan ke Arga dan Elisa namun mereka justru tidak yakin.

Ceritaku justru dislewengkan jadi jokes yang menurutku serupa sekali tidak lucu.

" Yakin serupa urang, tempat ini tak selesai." ujarku.

" betul maklum lah rif, namanya pula rumah lama kosong, kita aja belum terbiasa." cakap elisa.

Saya berupaya melalaikan peristiwa pagi mulanya sebab tidak mau mengganggu mood kegiatan regu. Hari itu kita fokus mengejar deadline dan begitu juga yang diprediksikan, profesi kali ini menginginkan durasi lewat waktu.

Hari lewat waktu awal, siapa duga pula jadi dini mula petaka--

Jam 17. 00 jam kembali kantor. Kita ambil sela waktu istirahat sejenak. Pada jam kembali kanak- kanak senantiasa marak dan gaduh tidak kelainannya anak sekolah dengar suara alarm kembali.

“ Kamu sungguh- sungguh pada lewat waktu nginep di kantor?” ucap uzi.

“ Betul gmna lagi” balasku.

“ antusias deh, esok ditunggu testimoninya betul, haha” Mencemooh uzi disambut oleh tawa kanak- kanak.

Mereka bubar kantor dengan kilat, saya berangkat ke pendopo buat merokok. Mendadak saya terkenang dengan peristiwa pagi mulanya yang rasanya wujud itu betul- betul jelas.

Arga menghampiriku, ia menanya membenarkan posisi dimana saya memandang wujud Perempuan mendekati elisa itu. Saya menunjuk ke bangku ayun di pendopo sebrang yang letaknya tidak berganti semenjak pagi mulanya.

“ Urang yakin serupa maneh, Hanya urang gakmau kanak- kanak yang lain belingsatan. Esok malam terdapat 2 wanita( elisa serupa hana) jika dapat perhatiin mereka, terlebih sang hana itu sensitif orangnya” ucap arga, ia ialah regu leader bagian kita. 

Post a Comment for "Cerita Horor: Rumah Sisik Terbaru"