Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerita Horor: Setelah Kematian Ibu, Beberapa Hal Terjadi


Siapa yang tidak kaget, pula batin mana yang tidak menciut sedemikian itu memandang bendera kuning berkibar pas di depan rumah?

“ Siti Marsiah Binti Suyanto”

Tubuhku merenggang mendadak berakhir membaca julukan komplit bunda yang tercatat di bendera gelisah itu.

Saya bermukim di area padat masyarakat. Semenjak ayah berangkat ke Negara melintas mengadu kodrat di perantauan, keluargaku jadi keluarga yang mengarah tertutup.

Bunda tiap hari padat jadwal bertugas di pabrik dan tidak memiliki durasi buat bersosialisasi dengan orang sebelah semacam dahulu.

Saya berjalan ragu mengarah rumah, kaki- kakiku bergetar, setibanya di teras, tubuhku langsung didekap oleh Bi Yani yang meratap tersedu. Saya sedang tidak berkata apa juga dan tidak mau yakin pada siapa juga, bagiku, ini sangat tiba- tiba.

Saya menekan berjalan lurus ke dalam rumah buat membenarkan badan siapa yang sesungguhnya lagi tergeletak tertutup kain di ruang tengah itu.

Darahku berdesir ke kepala, jantungku berdegup kilat, suatu yang terhalang saat ini rusak membuncah bersama isak yang tidak lagi dapat kubendung.

Di hadapanku, tebalut kain badan lemah beraut pucat dan mata tertutup dari seseorang perempuan catok berumur yang terkini pagi mulanya sedang kucium punggung tangannya—

Tidak kusangka dekapan hangat diawal hari bukan hanya perkataan hati- hati di jalur, melainkan ialah damai perceraian buat terakhir kali dari Bunda.

“ Bunda telah tidak terdapat ris, kena serbuan jantung cocok lagi kegiatan di pabrik” cakap Bi Yani menggenggam kedua pundakku.

“ Bunda Tak Memiliki PENYAKIT JANTUNG!” Jawabku histeris.

Keberangkatan Bunda yang sangat tiba- tiba dengan alibi yang bagiku tidak dapat diperoleh oleh ide mencadangkan banyak persoalan tercecer.

Seseorang pria catok berumur berjanggut tebal menggunakan busana gelisah serba gelap menghampiriku, dia memberitahukan diri sebagai sahabat bunda tetapi mukanya asing sebab ini awal kali kita berjumpa.

“ Hening, adem, bunda tak kemana- mana” bisiknya sambil memelukku.

Cerita Horor Haris

Namaku Haris, dikala insiden ini terjalin usiaku sedang 14 tahun, kala itu saya bersandar di kursi kategori 2 SMP. Semenjak ayah jadi TKI saya bermukim bersama bunda, kakak wanita dan adik laki- lakiku yang sedang berumur 3 tahun.

Sesudah meninggalnya Bunda, mbahku buat sedangkan bermukim di rumah menolong mengurus adik.

Saya tidak sepandai Abang Jero dalam merangkai tutur, dapat kasih pada Abang Jero yang telah membenarkan apalagi menata balik tulisanku supaya gampang dimengerti dan yang membaca bisa turut terbawa.

Saya tidak ketahui darimana wajib mengawali narasi ini, tetapi yang tentu, kala itu, keberangkatan bunda yang dengan cara seketika mencengangkan seluruh pihak, kita seluruh sedang tidak yakin jika bunda telah betul- betul tidak, apalagi sehabis jenazahnya dimakamkan, adik sedang saja banyak bicara membikin- bikin ibu

Tetapi deretan insiden yang terjalin sehabis hari penguburan bunda, luang membuatku yakin,

Dasar bunda betul- betul masih-Terdapat.

Malam itu, semua saudara- saudaraku sedang terkumpul di rumah, kita merancang tahlil bersama buat mengharapkan bunda.

Tetapi Laki- laki catok berumur berjanggut yang kutemui siang mulanya tiba bersama 4 orang lain yang pula berterus terang sebagai sahabat bunda.

“ Pak- Bu, aku memohon permisi, mandat dari almarhumah, bagusnya hari ini kita mengharapkan almarhumah dengan cara tertutup saja oleh keluarga dan saudara dekat, kita jalani adat- istiadat nyusur tanah dahulu, tahlilnya dapat diawali esok”

Tidak tahu mandat apa yang dimaksud—hanya saja, perkataan seperti itu yang saya ingat dilemparkan oleh eyang berumur berjanggut yang belum lama dikenal bernama Pak Agus. Sehabis beruding, keluargaku kesimpulannya membenarkan, kegiatan nyusur tanah nyatanya nyaris serupa dengan tahlil pada biasanya, tetapi umumnya dicoba dengan cara akrab atau tertutup pas di hari orang itu tewas dan ditambah ritual adat khusus yang turut disematkan.

Di keluargaku tidak terdapat yang sempat melaksanakan‘ nyusur tanah’, hingga dari itu arahan kegiatan diserahkan ke Pak Agus buat mengimami prosesi nyusur tanah.

Di antara rekan- rekan yang lain, Pak Agus terlihat sebagai wujud yang sangat dituakan. Mereka nampak memanuti dan enggan pada pak Agus. Sesudah isya, kegiatan nyusur tanah juga diawali.

Pak Agus membakar buhur sebagai pembuka yang mana aromanya sedemikian itu menyebar menaikkan opini keramat.

Ayat- ayat berkah dikumandangkan pasti diarahkan buat almarhumah Bunda. Kita seluruh hikmat dalam gelisah, tetapi malam itu saya merasa atmosfer jadi mencekam dan terdapat segetir khawatir yang mencuat.

Saya merasa di rumah ini amat marak apalagi terasa penuh ketat.

Pandanganku tertuju pada kak intan—kakakku itu memanglah salah satu orang yang sangat histeris terserang oleh keberangkatan bunda.

Saya memandang Kak Intan tertunduk dengan pemikiran kosong, di alis dan mukanya banjir oleh keringat yang menetes membeku semacam orang sakit.

Saya takut, tetapi tidak lama setelah itu kak Intan meratap tersedu namun lidahnya senantiasa membaca kalimah- kalimah berkah. 

Post a Comment for "Cerita Horor: Setelah Kematian Ibu, Beberapa Hal Terjadi"